Senin, 23 April 2012

Teori Mudharabah (Profit and Loss Sharing)


1.      Teori Mudharabah (Profit and Loss Sharing)
Mudharabah adalah perjanjian diantara paling sedikit dua pihak. Mudharabah dapat dilakukan atas nama perseroan atau lembaga, antara orang perseorangan atau seseorang dan lembaga, atau sebaliknya, lembaga dan seseorang. Pihak yang memiliki modal  disebut shahib al-mal atau rabb al mal, sedangkan orang/ lembaga yang menerimanya dan menjalankan aktivitas usaha disebut pengusaha atau mudharib. Pengusaha mempunyai hak penuh menjalankan usahanya dengan kaidah-kaidah yang berdasarkan syar’i tanpa ada campur tangan dari pemilik dana/ shahib al-mal. Shahib al-mal akan mendapatkan nisbah atau sebaliknya dari hasil bisnis yang telah disepakati bersama (Amrin, 2006: 133), Jadi Mudharabah merupakan akad kerja sama untuk mendapatkan keuntungan dengan sistem profit and loss sharing.
A.    Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah akad yang dikenal oleh umat Muslim sejak zaman nabi, bahkan telah dipraktikkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya Islam. Ketika Nabi Muhammad SAW, berprofesi sebagai pedagang, ia melakukan akad Mudharabah dengan Khadijah. Dengan demikian, ditinjau dari segi hokum Islam, maka praktik Mudharabah ini dibolehkan, baik menurut al-Qur’an, Sunah, maupun Ijma’ (Karim, 2010: 204).
Pengertian Mudharabah secara umum  adalah kerja sama antara pemilik dana atau penanam modal dan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah (Purnamasari & Suswinarno, 2011: 31).
Mudharabah berasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian  memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha (Muhammad, 2005: 102). Secara teknis Mudharabah merupakan kontrak yang melibatkan dua kelompok, yakni pemilik modal (investor) yang mempercayakan modalnya kepada pengelola (Mudharib) untuk digunakan dalam aktivitas perdagangan. Mudharib dalam hal ini memberikan kontribusi pekerjaan, waktu, dan mengelola usahanya sesuai dengan ketentuan yang dicapai dalam kontrak, salah satunya adalah untuk mencapai keuntungan (profit) yang dibagi antara pihak investor dan Mdharib berdasarkan proporsi yang telah disetujui bersama. Namun, apabila terjadi kerugian yang menanggung adalah pihak investor saja (Saeed, 2003: 91). Jadi menurut hemat penulis, akad Mudharabah adalah persetujuan kerjasama/perkongsian antara pemilik harta yang dikembangkan oleh pengelola harta untuk mendapatkan keuntungan dikedua belah pihak.
Akad mudharabah merupakan salah satu suatu transaksi pendanaan atau investasi yang berdasarkan kepercayaan. Kepercayaan merupakan unsur terpenting dalam akad Mudharabah, yaitu kepercayaan dari pemilik dana kepada pengelola dana. Oleh karena kepercayaan merupakan unsur terpenting maka Mudharabah dalam bahasa Inggris disebut trust financing. Pemilik dana yang merupakan investor disebut benefit ownership atau sleeping partner, dan pengelola dana disebut managing trustee atau labour partner ( Syahdeini, 1999 dikutip dari Nurhayati & Wasilah, 2008: 112).
Kepercayaan ini menjadi penting, karena dalam akad Mudharabah, pemilik dana tidak boleh ikut campur, kecuali sebatas memberikan saran-saran dan melakukan pengawasan pada pengelola dana.    
B.     Rukun Muhdarabah
Mudharabah sebagai sebuah kegiatan kerjasama ekonomi antara dua pihak mempunyai beberapa ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam rangka mengikat jalinan kerjasama tersebut dalam kerangka hukum. Fakto-faktor yang harus ada dalam akad Mudharabah adalah:
1.      Pelaku (pemilik modal dan pengelola dana)
Pemilik modal dan pengelola dana disyaratkan:
a.       Cakap bertindak secara hukum syar’i. Artinya bagi pemilik dana memiliki kapasitas untuk menjadi pemodal dan pengelola mempunyai kasitas menjadi pengelola.
b.      Memiliki wewenang mewakilkan/member kuasa dan menerima pemberi kuasa, karena penyerahan modal oleh pihak pemberi modal kepada pihak pengelola modal merupakan suatu bentuk pemberian kuasa untuk mengelola modal tersebut.
2.      Objek Mudaharabah (modal)
a.       Modalnya harus jelas dan jenisnya.
b.      Harus berupa uang.
c.       Uangnya bersifat tunai bukan hutang.
d.      Modal diserahkan secara langsung kepada pihak pengelola.
3.      Ijab-qabul
Ijab-qabul merupakan konsekuensi dari prinsip sama-sama rela. Dimana si pemilik modal setuju dengan perannya untuk mendistribusikan dana, sedangkan si pengelola dana pun setuju dengan perannya untuk menkontribusikan kerja.
4.      Nisbah Keuntungan.
Nisbah keuntungan merupakan merupakan rukun yang khas dalam akad Mudharabah. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang diterima oleh kedua belah pihak. Pengelola mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan pemilik modal mendapat nisbah atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak. Inilah yang akan mencegah perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.
            Sedangkan Muhammad (2005: 104) dalam bukunya “Manajemen Pembiayaan, Bank Syariah” memberikan satu memberikan rukun tambahan yaitu adanya usaha.
            Sebagai suatu kerjasama yang mempertemukan dua pihak yang berbeda dari sisi modal dan keahlian, maka kerjasama ini memerlukan beberapa kesepakan tentang aturan dan wewenang, diantaranya:
a.       Manajemen.
b.      Tenggang waktu
c.       Jaminan
C.     Nisbah Keuntungan
Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan, mencerminkan imblan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang ber-Mudharabah atas keuntungan yang diperoleh (Nurhayati & Wasilah, 2008: 117). Islam sangat melarang riba’ karena dalam riba’ terdapat ketidak adilan. Riba’ tidak hanya bisa membuat seseorang kaya raya tanpa berusaha, tetapi juga bisa membuat seseorang menjadi kian miskin akibat terjerat pusaran arus utang (Hidayat, 2011: 19). Oleh karena itu, Islam memberikan solusi agar terhindar dari praktik riba’, yaitu dengan memperkenalkan konsep Mudharabah dengan prinsip bagi hasil.
Esensi dari kontrak Mudharabah adalah kerjasama untuk mendapat keuntungan (profit) berdasarkan akumulasi komponen dasar dari pekerjaan dan modal, dimana kuntungan ditentukan oleh kedua komponen ini.
Kontrak Mudharabah menetapkan keuntungan (profit) bagi tiap-tiap pihak. Pembagian keuntungan dilakukan melalui tingkat perbandingan rasio, bukan ditetapkan dalam jumlah yang pasti. Menentukan jumlah keuntungan secara pasti kepada pihak yang terlibat dalam kontrak akan menjadikan kontrak tidak berlaku (Saeed, 2003: 98). Agar tidak terjadi perselisihan atau kesalah pahaman, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan nisbah keuntungan, diantaranya:
1.      Prosentase.
Nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk persentase antara kedua belah pihak, misalnya 50:50, 70:30, 60:40 dan lain sebagainya, bukan ditentukan dalam nilai nominal Rp tertentu. Yang ditentukan berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan porsi modal. Apabila keuntungan dibagi dengan ketentuan yang pasti, seperti pemilik mendapat Rp. 100.000, dan sisanya untuk pengelola, maka kontraknya menjadi tidak sah, dan Mudharabah menjadi fasid (Muslich, 2010: 376).
2.      Bagi untung dan bagi rugi.
Jika dalam pembagian keuntungan ditentukan oleh besaran nisbah untung, namun tidak dalam pembagian kerugian. Bila bisnis dalam bentuk kontrak Mudharabah mengalami kerugian, kerugian ini bukan didasarkan pada nisbah, tapi didasarkan pada modal. Itulah alasan mengapa nisbahnya disebut sebagai nisbah bagi untung, bukan nisbah saja. Secara sepintas memang terlihat tidak adil dalam pembagian kerugian, namun sebenarnya kedua belah pihak mengalami kerugian. Pihak modal akan mengalami kerugian secara finansial, sedangkan pihak pengelola modal akan mengalami kerugian dengan resiko hilangnya pekerjaan, usaha dan waktu. Jadi kedua belah pihak sama-sama mengalami kerugian, hanya saja bentuknya berbeda.
3.      Jaminan
Pembagian kerugian berdasarkan modal hanya berlaku jika kerugian benar-benar disebabkan oleh resiko bisnis (business risk), bukan karena karakter buruk pengelola modal (character risk). Jika kerugian tersebut akibat kelalaian pengelola modal, maka pengelola modal juga mengalami kerugian secara finansial. Untuk menghindari kelalaian pengelola modal, maka pemilik modal boleh meminta jaminan. Tujuan dari jaminan ini adalah untuk menghindari kelalai pengelola modal, bukan untuk mengamankan nilai investasi. Jadi jaminan ini hanya akan dapat di sita oleh pemilik modal jika memang  kerugian benar-benar disebabkan oleh kelalaian pengelola modal.
4.      Menentukan besarnya nisbah
Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak yang berkontrak. Jadi, angka besaran nisbah muncul sebagai hasil tawar-menawar antara pemilik modal dengan pengelola modal. Dengan demikian, angka nisbah ini bervariasi, bisa 50:50, 60:40, 70:30, 80:20 bahkan 90:1. Namun para ahli fiqih sepakat bahwa nisbah 100:0 tidak diperbolehkan (Karim, 2010: 209). Artinya besar kecilnya nisbah bagi untung ditetapkan secara suka rela oleh kedua belah pihak sebelum akad dilakukan. Jika dalam akad tidak disebutkan masing-masing porsi, maka pembagiannyamenjadi 50:50. Sedangkan jika terjadi perubahan dalam pembagian nisbah harus berdasarkan kesepakan kedua belah pihak.

Prinsip Pembagian  Hasil Usaha
Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil (revenue sharing) atau bagi laba (profit sharing).
1.      Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omzet).
2.      Sedangkan dalam prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba neto (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan modal mudharabah.
Dengan adanya konsep bagi hasil ini, tentu dapat memberi  manfaat dan keringanan kepada manusia. Karena ada sebagian orang yang memiliki harta, tetapi tidak mampu untuk membuatnya menjadi produktif. Dan ada pula orang yang tidak memiliki harta tetapi ia mempunyai kemampuan untuk memproduktifkan nya. Dengan demikian, dapat tercipta kerjasama antara modal dan kerja demi kemashlahatan dan kesejahteraan umat manusia.

4 komentar:

  1. Balasan
    1. Mungkin saya belum terlalu mengerti maksud pertanyaan anda.
      Tapi menurut saya Laba / Profit adalah keuntungan.
      Tapi jika anda ada pengertian lain, mudah2an anda mau berbagi dengan saya.
      Terima kasih telah membaca Post saya

      Hapus
    2. ADAKAH NAMAN LAIN UNTUK MENGGANTIKAN KATA LABA ATAU PROFIT DALAM BANK SYARIAH ?

      Hapus
  2. Adakah buku tentang teori bagi hasil yg mempengaruhi minat .. ada yg tau ga ya?

    BalasHapus