1.
Teori Mudharabah
(Profit and Loss Sharing)
Mudharabah adalah perjanjian diantara paling sedikit
dua pihak. Mudharabah dapat dilakukan
atas nama perseroan atau lembaga, antara orang perseorangan atau seseorang dan
lembaga, atau sebaliknya, lembaga dan seseorang. Pihak yang memiliki modal disebut shahib
al-mal atau rabb al mal,
sedangkan orang/ lembaga yang menerimanya dan menjalankan aktivitas usaha
disebut pengusaha atau mudharib.
Pengusaha mempunyai hak penuh menjalankan usahanya dengan kaidah-kaidah yang
berdasarkan syar’i tanpa ada campur tangan dari pemilik dana/ shahib al-mal. Shahib al-mal akan mendapatkan nisbah atau sebaliknya dari hasil
bisnis yang telah disepakati bersama (Amrin, 2006: 133), Jadi Mudharabah merupakan akad kerja sama
untuk mendapatkan keuntungan dengan sistem profit
and loss sharing.
A.
Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah akad yang dikenal oleh umat Muslim
sejak zaman nabi, bahkan telah dipraktikkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya
Islam. Ketika Nabi Muhammad SAW, berprofesi sebagai pedagang, ia melakukan akad
Mudharabah dengan Khadijah. Dengan demikian, ditinjau dari segi hokum Islam,
maka praktik Mudharabah ini dibolehkan, baik menurut al-Qur’an, Sunah, maupun
Ijma’ (Karim, 2010: 204).
Pengertian Mudharabah secara umum adalah kerja sama antara pemilik dana atau
penanam modal dan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan berdasarkan nisbah (Purnamasari & Suswinarno, 2011:
31).
Mudharabah berasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya
adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha (Muhammad,
2005: 102). Secara teknis Mudharabah
merupakan kontrak yang melibatkan dua kelompok, yakni pemilik modal (investor) yang
mempercayakan modalnya kepada pengelola (Mudharib)
untuk digunakan dalam aktivitas perdagangan. Mudharib dalam hal ini memberikan kontribusi pekerjaan, waktu, dan
mengelola usahanya sesuai dengan ketentuan yang dicapai dalam kontrak, salah
satunya adalah untuk mencapai keuntungan (profit)
yang dibagi antara pihak investor dan
Mdharib berdasarkan proporsi yang telah disetujui bersama. Namun, apabila
terjadi kerugian yang menanggung adalah pihak investor saja (Saeed, 2003: 91).
Jadi menurut hemat penulis, akad Mudharabah
adalah persetujuan kerjasama/perkongsian antara pemilik harta yang dikembangkan
oleh pengelola harta untuk mendapatkan keuntungan dikedua belah pihak.
Akad mudharabah merupakan
salah satu suatu transaksi pendanaan atau investasi yang berdasarkan
kepercayaan. Kepercayaan merupakan unsur terpenting dalam akad Mudharabah, yaitu kepercayaan dari
pemilik dana kepada pengelola dana. Oleh karena kepercayaan merupakan unsur
terpenting maka Mudharabah dalam
bahasa Inggris disebut trust financing.
Pemilik dana yang merupakan investor disebut benefit ownership atau sleeping
partner, dan pengelola dana disebut managing
trustee atau labour partner (
Syahdeini, 1999 dikutip dari Nurhayati & Wasilah, 2008: 112).
Kepercayaan ini menjadi penting, karena dalam akad Mudharabah, pemilik dana tidak boleh
ikut campur, kecuali sebatas memberikan saran-saran dan melakukan pengawasan
pada pengelola dana.
B.
Rukun Muhdarabah
Mudharabah sebagai sebuah kegiatan kerjasama ekonomi
antara dua pihak mempunyai beberapa ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi
dalam rangka mengikat jalinan kerjasama tersebut dalam kerangka hukum.
Fakto-faktor yang harus ada dalam akad Mudharabah
adalah:
1.
Pelaku (pemilik modal dan pengelola dana)
Pemilik modal dan pengelola dana disyaratkan:
a.
Cakap bertindak secara hukum syar’i.
Artinya bagi pemilik dana memiliki kapasitas untuk menjadi pemodal dan
pengelola mempunyai kasitas menjadi pengelola.
b.
Memiliki wewenang mewakilkan/member kuasa dan menerima pemberi kuasa,
karena penyerahan modal oleh pihak pemberi modal kepada pihak pengelola modal
merupakan suatu bentuk pemberian kuasa untuk mengelola modal tersebut.
2.
Objek Mudaharabah (modal)
a.
Modalnya harus jelas dan jenisnya.
b.
Harus berupa uang.
c.
Uangnya bersifat tunai bukan hutang.
d.
Modal diserahkan secara langsung kepada pihak pengelola.
3.
Ijab-qabul
Ijab-qabul merupakan konsekuensi dari prinsip
sama-sama rela. Dimana si pemilik modal setuju dengan perannya untuk
mendistribusikan dana, sedangkan si pengelola dana pun setuju dengan perannya
untuk menkontribusikan kerja.
4.
Nisbah Keuntungan.
Nisbah keuntungan merupakan merupakan rukun
yang khas dalam akad Mudharabah. Nisbah
ini mencerminkan imbalan yang diterima oleh kedua belah pihak. Pengelola
mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan pemilik modal mendapat nisbah atas
penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh kedua
belah pihak. Inilah yang akan mencegah perselisihan antara kedua belah pihak
mengenai cara pembagian keuntungan.
Sedangkan Muhammad (2005: 104) dalam
bukunya “Manajemen Pembiayaan, Bank
Syariah” memberikan satu memberikan rukun tambahan yaitu adanya usaha.
Sebagai suatu kerjasama yang
mempertemukan dua pihak yang berbeda dari sisi modal dan keahlian, maka
kerjasama ini memerlukan beberapa kesepakan tentang aturan dan wewenang, diantaranya:
a.
Manajemen.
b.
Tenggang waktu
c.
Jaminan
C.
Nisbah Keuntungan
Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian
keuntungan, mencerminkan imblan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak
yang ber-Mudharabah atas keuntungan
yang diperoleh (Nurhayati & Wasilah, 2008: 117). Islam sangat melarang riba’ karena dalam riba’ terdapat ketidak adilan. Riba’ tidak hanya bisa membuat
seseorang kaya raya tanpa berusaha, tetapi juga bisa membuat seseorang menjadi
kian miskin akibat terjerat pusaran arus utang (Hidayat, 2011: 19). Oleh karena
itu, Islam memberikan solusi agar terhindar dari praktik riba’, yaitu dengan memperkenalkan konsep Mudharabah dengan prinsip bagi hasil.
Esensi dari kontrak Mudharabah
adalah kerjasama untuk mendapat keuntungan (profit) berdasarkan akumulasi komponen dasar dari pekerjaan dan
modal, dimana kuntungan ditentukan oleh kedua komponen ini.
Kontrak Mudharabah
menetapkan keuntungan (profit) bagi
tiap-tiap pihak. Pembagian keuntungan dilakukan melalui tingkat perbandingan rasio, bukan ditetapkan dalam jumlah yang pasti.
Menentukan jumlah keuntungan secara pasti kepada pihak yang terlibat dalam
kontrak akan menjadikan kontrak tidak berlaku (Saeed, 2003: 98). Agar tidak
terjadi perselisihan atau kesalah pahaman, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam menentukan nisbah keuntungan, diantaranya:
1.
Prosentase.
Nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam
bentuk persentase antara kedua belah pihak, misalnya 50:50, 70:30, 60:40 dan
lain sebagainya, bukan ditentukan dalam nilai nominal Rp tertentu. Yang
ditentukan berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan porsi modal. Apabila
keuntungan dibagi dengan ketentuan yang pasti, seperti pemilik mendapat Rp.
100.000, dan sisanya untuk pengelola, maka kontraknya menjadi tidak sah, dan Mudharabah menjadi fasid (Muslich, 2010: 376).
2.
Bagi untung dan bagi rugi.
Jika dalam pembagian keuntungan ditentukan
oleh besaran nisbah untung, namun tidak dalam pembagian kerugian. Bila bisnis
dalam bentuk kontrak Mudharabah
mengalami kerugian, kerugian ini bukan didasarkan pada nisbah, tapi didasarkan
pada modal. Itulah alasan mengapa nisbahnya disebut sebagai nisbah bagi untung,
bukan nisbah saja. Secara sepintas memang terlihat tidak adil dalam pembagian
kerugian, namun sebenarnya kedua belah pihak mengalami kerugian. Pihak modal
akan mengalami kerugian secara finansial, sedangkan pihak pengelola modal akan
mengalami kerugian dengan resiko hilangnya pekerjaan, usaha dan waktu. Jadi
kedua belah pihak sama-sama mengalami kerugian, hanya saja bentuknya berbeda.
3.
Jaminan
Pembagian kerugian berdasarkan modal hanya berlaku jika
kerugian benar-benar disebabkan oleh resiko bisnis (business risk), bukan karena karakter buruk pengelola modal (character risk). Jika kerugian tersebut
akibat kelalaian pengelola modal, maka pengelola modal juga mengalami kerugian
secara finansial. Untuk menghindari kelalaian pengelola modal, maka pemilik
modal boleh meminta jaminan. Tujuan dari jaminan ini adalah untuk menghindari
kelalai pengelola modal, bukan untuk mengamankan nilai investasi. Jadi jaminan
ini hanya akan dapat di sita oleh pemilik modal jika memang kerugian benar-benar disebabkan oleh
kelalaian pengelola modal.
4.
Menentukan besarnya nisbah
Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan
kesepakatan masing-masing pihak yang berkontrak. Jadi, angka besaran nisbah
muncul sebagai hasil tawar-menawar antara pemilik modal dengan pengelola modal.
Dengan demikian, angka nisbah ini bervariasi, bisa 50:50, 60:40, 70:30, 80:20
bahkan 90:1. Namun para ahli fiqih sepakat bahwa nisbah 100:0 tidak
diperbolehkan (Karim, 2010: 209). Artinya besar kecilnya nisbah bagi untung
ditetapkan secara suka rela oleh kedua belah pihak sebelum akad dilakukan. Jika
dalam akad tidak disebutkan masing-masing porsi, maka pembagiannyamenjadi
50:50. Sedangkan jika terjadi perubahan dalam pembagian nisbah harus
berdasarkan kesepakan kedua belah pihak.
Prinsip Pembagian Hasil Usaha
Pembagian hasil usaha mudharabah dapat
dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil (revenue sharing) atau bagi
laba (profit sharing).
1.
Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar
pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total
pendapatan usaha (omzet).
2.
Sedangkan dalam prinsip bagi laba, dasar pembagian
adalah laba neto (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yang
berkaitan dengan pengelolaan modal mudharabah.
Dengan adanya konsep
bagi hasil ini, tentu dapat memberi
manfaat dan keringanan kepada manusia. Karena ada sebagian orang yang
memiliki harta, tetapi tidak mampu untuk membuatnya menjadi produktif. Dan ada
pula orang yang tidak memiliki harta tetapi ia mempunyai kemampuan untuk
memproduktifkan nya. Dengan demikian, dapat tercipta kerjasama antara modal dan
kerja demi kemashlahatan dan kesejahteraan umat manusia.
Laba (Profit) yaitu?
BalasHapusMungkin saya belum terlalu mengerti maksud pertanyaan anda.
HapusTapi menurut saya Laba / Profit adalah keuntungan.
Tapi jika anda ada pengertian lain, mudah2an anda mau berbagi dengan saya.
Terima kasih telah membaca Post saya
ADAKAH NAMAN LAIN UNTUK MENGGANTIKAN KATA LABA ATAU PROFIT DALAM BANK SYARIAH ?
HapusAdakah buku tentang teori bagi hasil yg mempengaruhi minat .. ada yg tau ga ya?
BalasHapus