Senin, 23 April 2012

Perbedaan Net Present Value dan Profit Sharing


Perbedaan Dalam Menilai Kelayakan Investasi Mengunakan Alat Analisis Net Present Value (NPV) dan Alat Analisis Profit Sharing
1.      Perbedaan Net Present Value dan Profit Sharing
Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa tujuan dari suatu usaha adalah mendapatkan suatu keuntungan secara financial. Usaha yang akan dijalankan diharapkan dapat memberikan penghasilan sesuai dengan target yang yang telah ditetapkan, begitu juga dengan investasi. Dalam upaya untuk mencapai tujuan akhir (laba) dari investasi perlu dilakukan pengkajian secara detail tentang kelayakan dari sebuah proyek investasi atau labih populer dengan istilah studi kelayakan bisnis/investasi.
Pengkajian kelayakan investasi ini bertujuan untuk menghindari/meminimalkan resiko yang tidak diinginkan. Studi kelayakan ini pada prinsipnya bisa digunakan untuk merintis usaha baru, untuk mengembangkan usaha yang ada, dan untuk memilih jenis usaha atau investasi/proyek yang paling menguntungkan (Mulyadi, 2011: 115). Pada umumnya masalah finansial atau arus kas suatu investasi mencakup periode waktu yang cukup lama, bertahun-tahun, sehingga perlu diperhitungkan pengaruh waktu terhadap nilai uang (time value of money) dengan rumusan bunga (interest) atau tingkat arus pengembalian (rate of return) (Soeharto, 1999: 129). Dalam hubungannya dengan nilai waktu uang (time value of money), dikenal dengan dua konsep, yaitu nilai akan datang (future value) dan nilai sekarang (present value).
Pada dasarnya future value ialah nilai dari uang atau arus kas yang akan diterima pada akhir periode tertentu dimasa yang akan datang yang bertumbuh sebesar tingkat bunga yang diperhitungkan. Sebaliknya, present value adalah jumlah yang harus di investasikan pada waktu sekarang dengan tingkat bunga tertentu guna mendapatkan penerimaan arus kas tertentu pada akhir periode tertentu dimasa yang akan datang (Haming & Basalamah, 2010: 60).sehubungan dengan future value dan present value ini, kemudian muncul compounding/compounded factor dan discounting/discounted factor. Compounding merupakan metode perhitungan bunga atas pokok tabungan dan sekaligus atas bunga yang terakumulasi yang kemudian dikenal dengan compound interest (bunga majemuk), yaitu bunga atas pokok tabungan (principal) dan sekaligus atas pendapatan bunga yang terakumulasi. Sebaliknya, discounting adalah proses pengurangan terhadap nominal kas atau dana dengan tingkat bunga tertentu guna mendapatkan nilai sekarang dari arus kas atau dana yang bersangkutan. Tingkat bunga yang menjadi faktor pengurangan ini disebut discounted faktor.

Dalam menilai investasi dengan menggunakan NPV, yang harus diperhitungkan adalah tingkat bunga. Net Present Value (NPV) merupakan net benefit   yang telah di diskon dengan menggunakan  social opportunity cost of capital (SOCC) sebagai discount factor.
Jadi di dalam menilai investasi dengan menggunakan NPV yang menjadi acuan adalah tingkat bunga, karena dengan tingkat bunga, tingkat keuntungan dapat dengan mudah diperhitungkan dalam periode tertentu.
Ditetapkannya bunga sebagai riba yang haram hukumnya dalam ajaran Islam membawa konsekuensi adanya penghapusan bunga secara mutlak. Bunga, dalam tingkat berapapun dan untuk alasan apapun, tidak boleh eksis dalam perekonomian. Konsekuensinya, bunga tidak dapat lagi dijadikan patokan atau bahkan harga dari modal sebagaimana dalam perekonomian konvensional. Sebagai alternatif penggantinya ajaran Islam menawarkan konsep loss - profit sharing atau bagi untung dan rugi (sering disebut bagi hasil saja) yang dipandang lebih mencerminkan keadilan bagi para pelaku ekonomi.
Islam sangat menghargai waktu, tetapi penghargaannya tidak diwujudkan dalam rupiah tertentu atau persentase bunga tetap. Hal ini karena hasil nyata dari optimalisasi waktu itu variabel, bergantung pada jenis usaha, sektor industri, lama usaha keadaan pasar, stabilitas politik, country risk, produk yang dijual, jaringan pemasaran, termasuk siapa pengelolanya. Oleh karena itu, Islam merealisasikan penghargaan terhadap waktu dalam bentuk kemitraan dan nisbah bagi hasil yang semua pihak sharing the risk and profit secara bersama (Antonio, 2001: 75).
Perbedaan yang paling penting adalah soal ada tidaknya pembagian resiko dan keuntungan, di mana dalam sistem bunga hal ini tidak terjadi (no risk and return sharing). Sekali tingkat bunga ditetapkan maka menjadi kewajiban bagi perusahaan untuk membayarnya, tidak peduli apakah dana yang dimanfaatkan itu mendapatkan keuntungan atau kerugian. Sebaliknya, bunga menjadi suatu perolehan tetap dan pasti (fixed and certain return) bagi pihak investor.
Dalam Islam, sesuai dengan penuturan Ibnu Arabi (Ascarya, 2007: 28), bahwa transaksi ekonomi tanpa unsur Iwad sama dengan riba’. Iwad dapat dipahami sebagai equivalent countervalue yang berupa resiko (Ghurmi), kerja dan usaha (Kasb), dan tanggung jawab (Daman). Semua transaksi perniagaan untuk mendapatkan keuntungan harus memenuhi kaidah itu.
Semua orang menginginkan usaha atau investasinya meraup keuntungan, namun bagaimanapun mempersipkan diri untuk kemungkinan terburuk adalah tindakan yang bijak. Semua orang bisa merencanakan investasi, namun tentu tidak akan bisa memastikan apa yang akan didapatkan dari hasil investasi tersebut, apakah untung atau rugi.  Al-ghunmu bil ghurmi, atau peluang untung berbanding lurus dengan potensi resiko adalah kaidah syariah tentang imbal hasil dan resiko (Suryomurti 2011: 68).
Dalam sistem bagi hasil tidak terdapat suatu fixed and certain return sebagaimana bunga, tetapi dilakukan loss and profit sharing berdasar produktifitas nyata dari dana tersebut. Dalam perjanjian bagi hasil yang disepakati adalah proporsi pembagian hasil dalam ukuran persentase atas kemungkinan hasil produktifitas nyata. Nilai nominal bagi hasil yang nyata diterima dengan sendirinya baru dapat diketahui setelah hasil pemanfaatan dana tersebut benar-benar telah ada. Jadi, terdapat kemungkinan fluktuasi dalam bagi hasil yang nyata, tergantung pada produktifitas nyata dari pemanfaatan dana ini.
Nisbah bagi hasil ditentukan berdasarkan kesepakatan pihak-pihak yang bekerja sama. Besarnya nisbah biasanya akan dipengaruhi oleh pertimbangan kontribusi masing-masing pihak dalam kerja sama (share on partnership), prospek perolehan keuntungan (expected return) maupun tingkat resiko yang mungkin terjadi atau dihadapi (expected risk).
Dengan sistem loss-proft sharing ini maka sebenarnya harga modal ditentukan secara bersama dengan peran dari kewirausahaann. Keduanya, price of capital dan enterpreneurship, merupakan kesatuan integratif yang secara bersama-sama harus diperhitungkan dalam menentukan harga faktor produksi. Dalam pandangan Islam, uang dapat berkembang hanya dengan suatu produktifitas nyata. Tidak ada tambahan atas pokok uang yang tidak menghasilkan produktifitas.
Yang jelas, eksistensi bunga telah memancing perdebatan yang pelik dalam sepanjang sejarah peradaban manusia. Setidaknya tiga agama besar di dunia yaitu Islam, Yahudi dan Nasrani secara umum memiliki pendapat yang negatif tentang bunga. Di kalangan para ekonom sendiripun juga para pemikir pada umumnya banyak yang tidak sepakat dengan sistem bunga. Teori-teori bunga yang ada saat ini, baik teori bunga moneter maupun murni tidak cukup memadai untuk memberi argumentasi bagi eksistensi dan perilaku bunga.
Islam sebagai agama merupakan konsep yang mengatur kehidupan manusia secara komprehensif dan universal, baik dalam hubungan dengan sang pencipta maupun dalam hubungan sesama manusia. Ada pilar pokok dalam ajaran Islam, yaitu Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq (Machmud & Rukmana, 2010: 24). Dalam pandangan Islam ekonomi bukanlah tujuan akhir dari kehidupan ini tetapi suatu pelengkap kehidupan, sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, penunjang dan pelayanan bagi akidah dan bagi misi yang diembannya. Sebagai muslim, individu maupun kelompok dalam lapangan ekonomi atau bisnis, disatu sisi diberi kebebasan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Namun, diisi lain, ia terikat dengan iman dan etika sehingga ia tidak bebas mutlak dalam menginvestasikan modalnya atau membelanjakan hartanya (Qardhawi, 1997: 51).
Islam sangat mendorong praktik bagi hasil serta mngharamkan riba. Kedua konsep ini sama-sama memberikan keuntungan bagi pemilik dana, namun kedua konsep ini mempunyai perbedaan yang nyata, seperti tergambar dalam tabel berikut,



Tabel Perbedaan Antara Bunga Dan Bagi Hasil
BUNGA
BAGI HASIL
a.       Penentuan bungan dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.
Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
b.      Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
c.       Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan, bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
d.      Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming.
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
e.       Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama.
Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.
Sumber: Antonio, 2001: 61 lihat juga Ascarya, 2007: 27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar