Perbedaan Dalam Menilai Kelayakan Investasi Mengunakan Alat Analisis Net Present Value (NPV) dan Alat
Analisis Profit Sharing
1.
Perbedaan Net Present Value dan Profit Sharing
Tidak dapat
dipungkiri lagi, bahwa tujuan dari suatu usaha adalah mendapatkan suatu
keuntungan secara financial. Usaha
yang akan dijalankan diharapkan dapat memberikan penghasilan sesuai dengan
target yang yang telah ditetapkan, begitu juga dengan investasi. Dalam upaya untuk
mencapai tujuan akhir (laba) dari investasi perlu dilakukan pengkajian secara
detail tentang kelayakan dari sebuah proyek investasi atau labih populer dengan
istilah studi kelayakan bisnis/investasi.
Pengkajian kelayakan
investasi ini bertujuan untuk menghindari/meminimalkan resiko yang tidak
diinginkan. Studi kelayakan ini pada prinsipnya bisa digunakan untuk merintis
usaha baru, untuk mengembangkan usaha yang ada, dan untuk memilih jenis usaha
atau investasi/proyek yang paling menguntungkan (Mulyadi, 2011: 115). Pada
umumnya masalah finansial atau arus
kas suatu investasi mencakup periode waktu yang cukup lama, bertahun-tahun,
sehingga perlu diperhitungkan pengaruh waktu terhadap nilai uang (time value of money) dengan rumusan
bunga (interest) atau tingkat arus
pengembalian (rate of return)
(Soeharto, 1999: 129). Dalam hubungannya dengan nilai waktu uang (time value of money), dikenal dengan dua
konsep, yaitu nilai akan datang (future
value) dan nilai sekarang (present
value).
Pada dasarnya future value ialah nilai dari uang atau
arus kas yang akan diterima pada akhir periode tertentu dimasa yang akan datang
yang bertumbuh sebesar tingkat bunga yang diperhitungkan. Sebaliknya, present value adalah jumlah yang harus
di investasikan pada waktu sekarang dengan tingkat bunga tertentu guna
mendapatkan penerimaan arus kas tertentu pada akhir periode tertentu dimasa
yang akan datang (Haming & Basalamah, 2010: 60).sehubungan dengan future value dan present value ini, kemudian muncul compounding/compounded factor dan discounting/discounted factor. Compounding
merupakan metode perhitungan bunga atas pokok tabungan dan sekaligus atas bunga
yang terakumulasi yang kemudian dikenal dengan compound interest (bunga majemuk), yaitu bunga atas pokok tabungan
(principal) dan sekaligus atas
pendapatan bunga yang terakumulasi. Sebaliknya, discounting adalah proses pengurangan terhadap nominal kas atau
dana dengan tingkat bunga tertentu guna mendapatkan nilai sekarang dari arus
kas atau dana yang bersangkutan. Tingkat bunga yang menjadi faktor pengurangan
ini disebut discounted faktor.
Dalam menilai investasi
dengan menggunakan NPV, yang harus diperhitungkan adalah tingkat bunga. Net Present Value (NPV) merupakan net
benefit yang telah di diskon dengan menggunakan social opportunity cost of
capital (SOCC) sebagai discount factor.
Jadi di dalam menilai
investasi dengan menggunakan NPV yang menjadi acuan adalah tingkat bunga, karena
dengan tingkat bunga, tingkat keuntungan dapat dengan mudah diperhitungkan
dalam periode tertentu.
Ditetapkannya bunga sebagai riba yang haram hukumnya dalam ajaran Islam membawa konsekuensi
adanya penghapusan bunga secara mutlak. Bunga, dalam tingkat berapapun dan
untuk alasan apapun, tidak boleh eksis dalam perekonomian. Konsekuensinya,
bunga tidak dapat lagi dijadikan patokan atau bahkan harga dari modal
sebagaimana dalam perekonomian konvensional. Sebagai alternatif penggantinya
ajaran Islam menawarkan konsep loss -
profit sharing atau bagi untung dan rugi (sering disebut bagi hasil saja)
yang dipandang lebih mencerminkan keadilan bagi para pelaku ekonomi.
Islam sangat
menghargai waktu, tetapi penghargaannya tidak diwujudkan dalam rupiah tertentu
atau persentase bunga tetap. Hal ini karena hasil nyata dari optimalisasi waktu
itu variabel, bergantung pada jenis usaha, sektor industri, lama usaha keadaan
pasar, stabilitas politik, country risk, produk
yang dijual, jaringan pemasaran, termasuk siapa pengelolanya. Oleh karena itu,
Islam merealisasikan penghargaan terhadap waktu dalam bentuk kemitraan dan
nisbah bagi hasil yang semua pihak sharing
the risk and profit secara bersama (Antonio, 2001: 75).
Perbedaan yang paling
penting adalah soal ada tidaknya pembagian resiko dan keuntungan, di mana dalam
sistem bunga hal ini tidak terjadi (no
risk and return sharing). Sekali tingkat bunga ditetapkan maka menjadi
kewajiban bagi perusahaan untuk membayarnya, tidak peduli apakah dana yang dimanfaatkan
itu mendapatkan keuntungan atau kerugian. Sebaliknya, bunga menjadi suatu
perolehan tetap dan pasti (fixed and
certain return) bagi pihak investor.
Dalam Islam, sesuai dengan penuturan Ibnu Arabi (Ascarya,
2007: 28), bahwa transaksi ekonomi tanpa unsur Iwad sama dengan riba’. Iwad dapat
dipahami sebagai equivalent countervalue yang
berupa resiko (Ghurmi), kerja dan
usaha (Kasb), dan tanggung jawab (Daman). Semua transaksi perniagaan untuk
mendapatkan keuntungan harus memenuhi kaidah itu.
Semua orang menginginkan usaha atau investasinya meraup
keuntungan, namun bagaimanapun mempersipkan diri untuk kemungkinan terburuk
adalah tindakan yang bijak. Semua orang bisa merencanakan investasi, namun
tentu tidak akan bisa memastikan apa yang akan didapatkan dari hasil investasi
tersebut, apakah untung atau rugi. Al-ghunmu bil ghurmi, atau peluang
untung berbanding lurus dengan potensi resiko adalah kaidah syariah tentang
imbal hasil dan resiko (Suryomurti 2011: 68).
Dalam sistem bagi hasil tidak terdapat suatu fixed and certain return sebagaimana
bunga, tetapi dilakukan loss and profit
sharing berdasar produktifitas nyata dari dana tersebut. Dalam perjanjian
bagi hasil yang disepakati adalah proporsi pembagian hasil dalam ukuran persentase
atas kemungkinan hasil produktifitas nyata. Nilai nominal bagi hasil yang nyata
diterima dengan sendirinya baru dapat diketahui setelah hasil pemanfaatan dana
tersebut benar-benar telah ada. Jadi, terdapat kemungkinan fluktuasi dalam bagi
hasil yang nyata, tergantung pada produktifitas nyata dari pemanfaatan dana
ini.
Nisbah bagi hasil ditentukan berdasarkan kesepakatan
pihak-pihak yang bekerja sama. Besarnya nisbah biasanya akan dipengaruhi oleh
pertimbangan kontribusi masing-masing pihak dalam kerja sama (share on partnership), prospek
perolehan keuntungan (expected return)
maupun tingkat resiko yang mungkin terjadi atau dihadapi (expected risk).
Dengan sistem loss-proft
sharing ini maka sebenarnya harga modal ditentukan secara bersama dengan
peran dari kewirausahaann. Keduanya, price
of capital dan enterpreneurship,
merupakan kesatuan integratif yang secara bersama-sama harus diperhitungkan
dalam menentukan harga faktor produksi. Dalam pandangan Islam, uang dapat
berkembang hanya dengan suatu produktifitas nyata. Tidak ada tambahan atas
pokok uang yang tidak menghasilkan produktifitas.
Yang
jelas, eksistensi bunga telah memancing perdebatan yang pelik dalam sepanjang
sejarah peradaban manusia. Setidaknya tiga agama besar di dunia yaitu Islam,
Yahudi dan Nasrani secara umum memiliki pendapat yang negatif tentang bunga. Di
kalangan para ekonom sendiripun juga para pemikir pada umumnya banyak yang
tidak sepakat dengan sistem bunga. Teori-teori bunga yang ada saat ini, baik
teori bunga moneter maupun murni tidak cukup memadai untuk memberi argumentasi
bagi eksistensi dan perilaku bunga.
Islam sebagai agama merupakan konsep yang mengatur
kehidupan manusia secara komprehensif dan universal, baik dalam hubungan dengan
sang pencipta maupun dalam hubungan sesama manusia. Ada pilar pokok dalam
ajaran Islam, yaitu Aqidah, Syari’ah,
dan Akhlaq (Machmud & Rukmana,
2010: 24). Dalam pandangan Islam ekonomi bukanlah tujuan akhir dari kehidupan
ini tetapi suatu pelengkap kehidupan, sarana untuk mencapai tujuan yang lebih
tinggi, penunjang dan pelayanan bagi akidah dan bagi misi yang diembannya.
Sebagai muslim, individu maupun kelompok dalam lapangan ekonomi atau bisnis,
disatu sisi diberi kebebasan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Namun,
diisi lain, ia terikat dengan iman dan etika sehingga ia tidak bebas mutlak
dalam menginvestasikan modalnya atau membelanjakan hartanya (Qardhawi, 1997:
51).
Islam sangat mendorong praktik bagi hasil serta
mngharamkan riba. Kedua konsep ini sama-sama memberikan keuntungan bagi pemilik
dana, namun kedua konsep ini mempunyai perbedaan yang nyata, seperti tergambar
dalam tabel berikut,
Tabel Perbedaan Antara Bunga Dan Bagi Hasil
BUNGA
|
BAGI HASIL
|
a. Penentuan bungan dibuat pada waktu akad dengan asumsi
harus selalu untung.
|
Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada
waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
|
b. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang
(modal) yang dipinjamkan.
|
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah
keuntungan yang diperoleh.
|
c. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa
pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau
rugi.
|
Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang
dijalankan, bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua
belah pihak.
|
d. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun
jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming.
|
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan
peningkatan jumlah pendapatan.
|
e. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh
semua agama.
|
Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.
|
Sumber: Antonio, 2001: 61 lihat juga Ascarya,
2007: 27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar