Sabtu, 10 Maret 2012

Analisis Nilai-Nilai Batasan Konsumsi Barang Dan Jasa Dalam Perspektif Ekonomi Islam


PROPOSAL

KONSEPSI NILAI-NILAI BATASAN KONSUMSI BARANG DAN JASA(ANALISIS TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN DAN KEINGINAN) DALAM PERSPEKTIF
EKONOMI ISLAM

                       
1.1  LATAR BELAKANG
            Islam merupakan agama sempurna yang memuat berbagai persoalan kehidupan manusia, baik di ungkapkan secara global maupun secara rinci. Ajaran Islam mengatur perilaku manusia, baik dalam kaitannya sebagai makhluk dengan Tuhannya maupun dalam kaitannya sebagai sesama makhluk. Kegiatan ekonomi sebagai salah satu bentuk dari hubungan antar sesama manusia. Persoalan penting yang menjadi fokus perhatian ilmu ekonomi ialah kelangkaan sumber yang dapat digunakan oleh masyarakat. Pengalokasian sumber-sumber potensial yang dapat digunakan manusia ialah masalah utama ekonomi  namun demikian, masalah ekonomi tidak lepas sama sekali dari aspek aqidah, akhlak, maupun ibadah(Muhammad, 2007:1).Oleh karena itu, muncullah ekonomi Islam, guna mengatur kegiatan  kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Pada hakekatnya ekonomi Islam adalah metamorfosa nilai-nilai Islam dalam ekonomi dan dimaksudkan untuk menepis anggapan bahwa Islam adalah agama yang hanya mengatur persoalan ubudiyah atau komunikasi vertikal antara manusia (makhluk) dengan Allah (Khaliq)nya.Salah satu persoalan penting dalam kajian ekonomi Islam ialah masalah konsumsi, Konsumsi  berperan sebagai elan vital atau pilar dalam kegiatan ekonomi seseorang (individu), perusahaan maupun negara. Konsumsi adalah bagian akhir dari kegiatan ekonomi, setelah produksi dan distribusi, karena barang dan jasa yang diproduksi hanya untuk dikonsumsi. Konsumsi bisa berarti mengambil manfaat atau menggunakan barang-barang jadi dari hasil produksi. Kegiatan konsumsi pada dasarnya adalah kegiatan penyeimbang dari kegiatan produksi, artinya kegiatan produksi tidak akan mengandung arti apa-apa bagi kehidupan ekonomi manusia bila tidak dibarengi dengan kegiatan konsumsi(Djazuli dan Janwari,2002:19).
 Dalam aturan Islam masalah konsumsi tidak lepas dari nilai-nilai Islam yang telah tertera dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.Menurut Veithzal dan Andi (2009:271) Ilmu ekonomi Islam berangkat dari firman Allah yang menyatakan bahwa sumber daya alam ini diciptakan seluruhnya untuk kepentingan manusia. Namun manusia memiliki keterbatasan dalam mengelola sumber-sumber daya tersebut. Sebagai muslim yakin Al-Qur’an dan Sunnah telah mengatur jalan kehidupan ekonomi dan untuk mewujudkan kehidupan ekonomi, sesungguhnya Allah telah menyediakan sumber daya-Nya dan mempersilakan manusia untuk memanfaatkannya namun dengan batasan-batasan tertentu, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 29:
uqèdÏ%©!$#šYn=y{Nä3s9$¨BÎûÇÚöF{$#$YèŠÏJy_§NèO#uqtGó$#n<Î)Ïä!$yJ¡¡9$#£`ßg1§q|¡sùyìö7y;Nºuq»yJy4uqèdurÈe@ä3Î/>äóÓx«×LìÎ=tæ
“ Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.”

Di sisi lain keinginan manusia dalam Islam dibingkai oleh konsep halal haram yang membatasi meluapnya hawa nafsu manusia. Pada kenyataannya, kita dihadapkan sistem ekonomi konvensional yang jauh lebih kuat perkembangannya dari pada sistem ekonomi Islam.
Sebagaimana kita pahami dalam pengertian ilmu ekonomi konvensional, bahwa ilmu ekonomi pada dasarnya mempelajari upaya manusia baik sebagai individu maupun masyarakat dalam rangka melakukan pilihan penggunaan sumber daya yang terbatas guna memenuhi kebutuhan (yang pada dasarnya tidak terbatas) akan barang dan jasa. Kelangkaan akan barang dan jasa timbul bila kebutuhan (keinginan) seseorang atau masyarakat ternyata lebih besar daripada tersedianya barang dan jasatersebut. Jadi kelangkaan ini muncul apabila tidak cukup barang dan jasauntuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut (Chapra,2000:111).Ilmu ekonomi konvensional tampaknya tidak membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Karena keduanya memberikan efek yang sama bila tidak terpenuhi, yakni kelangkaan.
Dalam kaitan ini, Imam al-Ghazali tampaknya telah membedakan dengan jelas antara keinginan (raghbah dan syahwat) dan kebutuhan (hajat), sesuatu yang tampaknya agak sepele tetapi memiliki konsekuensiyang amat besar dalam ilmu ekonomi. Dari pemilahan antara keinginan (wants) dan kebutuhan (needs), akan sangat terlihat betapa bedanya ilmu ekonomi Islam dengan ilmu ekonomi konvensional.Jika menggunakan teori konvensional, konsumen di asumsikan selalu menginginkan tingkat kepuasan yang tertinggi. Konsumen akan memilih mengonsumsi  barang tergantung pada tingkat kepuasan yang diberikan oleh barang tersebut. Dalam ekonomi konvensional terdapat dua hal penting, pertama, tujuan konsumen adalah mencari kepuasan  tertinggi. Penentuan barang atau jasa untuk dikonsumsi didasarkan pada kriteria kepuasan. Kedua,batasan konsumsi hanyalah kemampuan anggaran. Sepanjang terdapat  anggaran untuk membeli barang atau jasa, maka akan dikonsumsi barang tersebut (Misanan dkk, 2008: 128).
Dalam bidang konsumsi, Islam tidak menganjurkan pemenuhan keinginan yang tak terbatas. Islam mengatur bagaimana manusia seharusnya melakukan kegiatan-kegiatan ekonominya. Berbagai kegiatan ekonomi berjalan dalam rangka mencapai satu tujuan, yakni menciptakan kesejahteraan menyeluruh, penuh ketegangan dan kesederhanaan.Norma Islam adalah memenuhi kebutuhan manusia. Secara hirarkisnya, kebutuhan manusia meliputi: keperluan, kesenangan dan kemewahan. Dalam pemenuhan kebutuhan manusia, Islam menyarankan agar manusia dapat bertindak di tengah-tengah (moderity) dan sederhana (simplicity). Banyak norma-norma penting yang berkaitan dengan larangan bagi konsumen, di antaranya adalah ishraf dan tabdzir, juga norma yang berkaitan dengan anjuran untuk melakukan infak.(Muhammad, 2004:167).
Menurut Suherman (2009:163) di dalam ilmu ekonomi, konsumsi di artikan penggunaan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan manusiawi ( the use of goods and service in the satisfaction of humanwants). Masing-masing konsumen adalah merupakan pribadi yang unik, dimana antara konsumen yang satu dengan yang lain memiliki  kebutuhan yang berbeda juga perilaku yang berbeda dalam memenuhi kebutuhannya.Menurut Islam, anugerah-anugerah Allah adalah milik semua manusia. Suasana yang menyebabkan sebagian diantara anugerah-anugerah itu berada ditangan orang-orang tertentu tidak berarti bahwa mereka dapat memanfaatkan anugerah-anugerah itu untuk mereka sendiri. Orang lain masih berhak atas anugerah-anugerah tersebut walaupun mereka tidak memperolehnya.
Dalam Al-Qur’an Allah SWT mengutuk dan membatalkan argumen yang dikemukakan oleh orang kaya yang kikir karena ketidaktersediaan mereka memberikan bagian atau miliknya ini (Suprayitno, 2005:92).Allah telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap perilaku manusia sehingga menguntungkan individu lainnya, sebagaimana telah ditetapkan dalam hukum Allah (syariah). Konsumsi, pemenuhan (kebutuhan), dan perolehan kenikmatan tidak dilarang dalam Islam selama tidak melibatkan hal-hal yang tidak baik atau justru dapat menimbulkan kemudaratan(Al Arif dan Amalia, 2010:84). Selain itu, perbuatan untuk memanfaatkan atau mengkonsumsi barang-barang yang baik dan tidak melampauin batas itu sendiri dianggap kebaikan dalam Islam. Sebab kenikmatan yang dicipta Allah untuk manusia adalah ketaatan kepada-Nya yang berfirman kepada nenek moyang manusia, yaitu Adam dan Hawa, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 168  dan 169:
$ygƒr'¯»tƒâ¨$¨Z9$#(#qè=ä.$£JÏBÎûÇÚöF{$#Wx»n=ym$Y7ÍhsÛŸwur(#qãèÎ6®Ks?ÏNºuqäÜäzÇ`»sÜø¤±9$#4¼çm¯RÎ)öNä3s9ArßtãîûüÎ7BÇÊÏÑÈ$yJ¯RÎ)Nä.ããBù'tƒÏäþq¡9$$Î/Ïä!$t±ósxÿø9$#urbr&ur(#qä9qà)s?n?tã«!$#$tBŸwtbqßJn=÷ès?ÇÊÏÒÈ
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu Hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”

Penjelasan dari ayat ini adalah Allah memerintahkan manusia untuk memilih memakan yang halal dengan suatu hal yang bersifat memperkuat, bermanfaat yang berarti enak atau lezat, tidak menimbulkan kemudharatan, dan Allah melarang untuk mengikuti jalan-jalan setan dan rayuannya sebab setan musuh yang jelas bagi manusia untuk mengikuti langkah-langkahnya. Setan  hanya ingin merayu manusia untuk berbuat kejahatan, berbuat keji yang tidak sesuai dengan syariat Islam dan mengharamkan apa yang tidak diharamkan-Nya serta menghalalkan apa yang tidak di halalkan oleh Allah SWT (Al-Mahali dan As-Suyuthi, 2009:87-88).
Hal ini juga dijelaskan  oleh Abdullah bin Humaid dari An-Nasa’iy dan Ibnu majah, Ibnu Mardawaih serta Baihaqy dan jalur ’Amru bin Syu’aib yang menerima dari ayahnya dan neneknyabahwa Nabi Muhammad Saw bersabda(Agustianto, 2011, http://www.agustiantocentre.com):
  كلواو اشربوا وتصد قوا والبسوافى غير محلة ولا سرف فان الله يحب أنيرى أيرى اثر نعمته على عبده  
”Makanlah kamu dan minumlah kamu, bersedeqahlah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak dengan sombong dan berlebih-lebihan, karena  Allah amat suka melihat bekas nikmatnya pada hamba-hambaNya.

Selain memilih makanan yang halal dan tidak berlebih-lebihan, Allah juga memerintahkan untuk bersedekah atau berinfak kepada orang-orang yang membutuhkan. Selain itu, Allah juga tidak memperbolehkan manusia untuk besikap sombong karena manusia di ciptakan Allah dalam diri manusia terdapat kekurangan dan kelebihan. Oleh karena itu, tidak sewajarnya manusia bersikap sombong atau membangga-banggakan dirinya hanya Allah lah yang pantas berkuasa di muka bumi ini.
Kajian Islam tentang konsumsi sangat penting, agar seseorang berhati-hati dalam menggunakan kekayaan atau berbelanja. Suatu negara  mungkin memiliki kekayaan melimpah, tetapi apabila kekayaan tersebut tidak diatur pemanfaatannya dengan baik dan ukuran maslahah, maka kesejahteraan (welfare) akan mengalami kegagalan. Dalam menjelaskan konsumsi, kita mengasumsikan bahwa konsumen cenderung untuk memilih barang dan makanan yang memberikan maslahah maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas Islami bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan maslahah yang diperolehnya. Demikian pula dalam hal perilaku konsumsi, seorang Konsumen merasakan adanya manfaat suatu kegiatan konsumsi ketika ia mendapatkan pemenuhan kebutuhan fisik dan spikis atau material. Di sisi lain, berkah akan diperolehnya ketika ia mengkonsumsi barang dan jasa yang di halalkan oleh syariat Islam (Misanam dkk, 2008: 129).
Jadi, yang terpenting dalam hal ini adalah cara penggunaan yang harus diarahkan pada pilihan-pilihan (preferensi)  yang mengandung maslahah (baik dan bermanfaat), agar kekayaan tersebut dimanfaatkan pada jalan yang sebaik-baiknya untuk kemakmuran dan kemaslahatan rakyat secara menyeluruh. Demikian juga halnya dalam ekonomi individu, yang perlu diperhatikan adalah cara pemanfaatan kekayaan, barang dan jasa serta membuat pilihan-pilihan (preferensi) dalam mengkonsumsi barang dan jasa.Selanjutnya juga, diharamkan bagi seorang muslim hidup dalam keadaan serba berkelebihan sementara ada tetangganya yang menderita kelaparan. Di antara ajaran yang penting berkaitan dengan konsumsi, misalnya perlunya memerhatikan orang lain dengan cara membagi makanan atau bersedekah kepada fakir miskin dan lain sebagainya.
Hal lain tujuan konsumsi itu sendiri, di mana seorang muslim akan lebih mempertimbangkan mashlahah dari pada utilitas serta mengikuti tingkatan-tingkatan batasan mengkonsumsi suatu barang yang mana telah ditetapkan dalam syari’ah Islam. Pencapaian mashlahah merupakan tujuan dari syariat Islam (maqashid syariah), yang tentu saja harus menjadi tujuan dari kegiatan konsumsi.
Hal ini di maksudkan unntuk menanggapi berbagai fenomena permasalahan perekonomian terutama konsumsi yang berlebih-lebihan serta mengkonsumsi barang dan jasa  tidak sesuai dengan ajaran Islam yang kini banyak di lakukan sebagian besar masyarakat, dikarenakan mereka belum mengetahui nilai-nilai batasan konsumsi barang dan jasa yang di atur dalam ekonomi Islam, sehingga dapat menyelesaikan  permasalahan ketidakseimbangan ekonomi keluarga.
Oleh karena itu, menyangkut dengan hal tersebut, selanjutnya  penulis akan tuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Konsepsi Nilai-nilai Batasan Konsumsi Barang dan Jasa (analisis terhadap pemenuhan kebutuhan dan keinginan) dalam Perspektif Ekonomi Islam”. Berikut beberapa permasalahan yang menjadi pokok dalam pembahasan ini.

1.2  RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah diatas, maka disusunlah rumusan masalah yang terangkum dalam dua pertanyaan penelitian:

1.      Bagaimana kriteria konsumsi yang baik dan bermanfaat bagi konsumen dalam Perspektif Ekonomi Islam?
2.      Apakah penerapan nilai-nilai batasan konsumsi barang dan jasa dapat menciptakan keseimbangan ekonomi keluarga?


1.3    TUJUAN PENELITIAN
2.      Mengetahui konsep nilai-nilai batasan konsumsi barang dan jasa dalam perspektif ekonomi Islam
3.      Memaksimalkan diri dalam menjaga kepentingan pribadi agar  tetap berada dalam batas-batas kepentingan sosial
4.      Menciptakan keseimbangan ekonomi keluarga dalam kehidupan masyarakat yang mengkonsumsi barang dan jasa

1.4  MANFAAT PENELITIAN
1.      Bagi penulis
Penulis memperoleh ilmu-ilmu baik pengetahuan tentang agama maupun tentang umum selama menuntut ilmu di IAIN Raden Fatah Palembang,serta dengan adanya penelitian ini penulis dapat membandingkan konsumsi barang dan jasa dalam ekonomi konvensional dan konsumsi  barang dan jasa dalam ekonomi Islam terhadap pemenuhan kebutuhan dan keinginan.
2.      Bagi Instansi terkait
Penelitian merupakan syarat wajib bagi penulis dalam menyelesaikan studi, maka penulis mengadakan penelitian ini dan hasilnya diharapkan mampu memberikan informasi dan penambahan wawasan bagi pihak-pihak terkait dengan permasalahan nilai-nilai batasan kosumsi barang dan jasa dalam perspektif ekonomi Islam, dengan demikian di harapkan dapat menetukan kebijakan dengan tepat.

3.      Bagi penulis-penulis yang akan datang
Penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran atau studi banding bagi mahasiswa atau pihak yang melakukan penelitian yang sejenis yang selanjutnya dapat dituangkan dalam bentuk skripsi ataupun tulisan ilniah lainnyaDi samping itu, guna meningkatkan, memperluas dan memantapkan wawasan dan keterampilan yang membentuk mental mahasiswa ataupun peneliti sebagai bekal memasuki dunia lapangan kerja.

1.5  DEFINISI KONSEP
            Definisi konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian atau yang menjadi objek penelitian. Untuk menghindari terjadinya kesalahan persepsi atau penafsiran dalam menilai istilah-istilah yang dicakup dalam penelitian ini, maka terlebih dahulu perlu dijelaskan pengertian istilah yang akan banyak digunakan dalam penelitian ini. Istilah tersebut antara lain:
1.      Konsep adalah sejumlah pengertian atau ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi, dan hal lain yang sejenis (Muhammad, 2008: 65). Konsep diciptakan dengan menggolongkan dan mengelompokkan objek-objek atau peristiwa yang mempunyai ciri-ciri yang sama.
2.      Konsumsi adalah penggunaan barang-barang dan jasa-jasa seperti seperti pakaian, makanan, minuman, rumah, peralatan rumah tangga, kenderaan, alat-alat hiburan, media cetak dan elektronik, jasa telephon, jasa konsultasi hukum, belajar/ kursus, dan sebagainya yang secara langsung akan memenuhi kebutuhan manusia (Rosyidi, 2009: 163).
3.      Nilai-Nilai Batasan adalah ukuran atau tingkatan yang mengatur batasan perilaku manusia dalam menajalani kehidupannya (Yasyin, 1997: 341).
4.      Barang adalah setiap benda yang berwujud maupun yang tidak berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen oleh pelaku usaha (Kunawangsih dan Pracoyo, 2006: 105), misalnya roti, minuman, sepeda, pakaian, dan lain-lain.
5.      Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkandalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha (Kunawangsih dan Pracoyo, 2006: 105), misalnya jasa pengacara, dokter, guru, dan lain-lain.

1.6  TINJAUAN PUSTAKA
            Tinjauan pustaka merupakan langkah mengurai esensi-esensi hasil penelitian literatur, yaitu teori-teori. Uraian teori yang disusun oleh seorang peneliti dapat di ungkapkan dengan kata-kata penulis secara bebas dengan tidak mengurangi makna teori tersebut. Teori yang disusun harus relevan dengan permasalahan penelitian yang akan dilakukan (Muhammad,2008:74). Dalam tinjauan kepustakaan ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi keilmuan dalam penulisan penelitian ini dan seberapa banyak orang yang telah meneliti permasalahan yang berkaitan dengan penelitian yang akan dikaji. Di antara tulisan yang membahas berkaitan dengan konsumsi adalah sebagai berikut:
            Penelitian yang berkaitan dengan Konsep Nilai-nilai Batasan Konsumsi barang dan Jasa dalam perspektif Ekonomi Islam sebelumnya dalam makalah yang telah dipresentasikan oleh Lilik Nurkholidah dan Lutfi Ulfiyani (Posted on April 6th, 2010), dengan judul Perilaku Konsumen dan Teori Konsumsi dalam Islam. Menguraikan permasalahan mengenai perilaku konsumsi dan batasan konsumsi dalam syariah yang mana dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan. Peranan keimanan menjadi tolak ukur penting karena keimanan memberikan cara pandang dunia yang cenderung mempengaruhi kepribadian manusia. Keimanan sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi baik dalam bentuk kepuasan material maupun spiritual. Perilaku Konsumen adalah tingkah laku dari konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka.
            Skripsi Briliant (2008), dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Masyarakat di Indonesia (tahun 1988-2005).  Penelitian tersebut menguraiakan faktor-faktor pengeluaran konsumsi yaitu pendapatan nasional, inflasi, suku bunga, dan jumlah uang beredar. Selain itu yang mempengaruhi Perkembangan ekonomi yang terjadi mengakibatkan bertambahnya variabel yang dapat mempengaruhi pengeluaran konsumsi yaitu selera, faktor sosial ekonomi, kekayaan, kerugian atau keuntungan capital, tingkat harga, barang tahan lama, dan kredit. Penelitian tersebut dimaksudkan untuk menguji pengaruh variabel pendaatan nasional, inflasi, suku bunga dan jumlah uang yang beredar terhadap konsumsi masyarakat yang digambarkan oleh variabel pengeluaran konsumsi masyarakat yang terjadi di Indonesia dengan menggunakan program SPSS, pada kurun waktu tahun 1988 sampai 2005. Besarnya pengaruh variabel pendapatan nasional, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar terhadap pengeluaran konsumsi di Indonesia dalam jangka pendek yaitu 69,98% (hasil dari regresi berganda), sisanya dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian tersebut.
Karya ilmiah yang ditulis oleh Toni Hidayat (Saturday, 02 April 2011), dengan judul Norma dan Etika Konsumsi dalam Islam. Menguraikan masalah Konsumsi kekayaan dalam Islam mempunyai ciri-ciri : Pertama, tidak ada perbedaan antara pengeluaran belanja yang bersifat spiritual maupun duniawi. Kedua, konsumsi tidak dibatasi hanya pada kebutuhan efisiensi akan tetapi mencakup kesenangan–kesenangan dan bahkan barang-barang mewah yang dihalalkan. Allah melarang memakan yang haram, karenaSetiap larangan yang di keluarkan oleh Allah dan Rasul mempunyai hikmahnya. Terkecuali seorang muslim dalam keadaan memaksa diperkenankan melakukan yang haram karena dorongan keadaan sekedar menjaga diri dari kebinasaan, Seperti firman Allah dalam surat Al-baqarah ayat 173. Menjalani hidup sederhana juga merupakan salah satu pendidikan sosial di dalam masyarakat sebagai upaya untuk upaya untuk menghilangkan kesenjangan sosial antara orang-orang kaya dan miskin,  tidak berkehidupan berlebih-lebihan dan pemborosan serta mengeluarkan shodaqah untuk orang-orang yang tidak mampu.
            Skripsi Irham Fachreza (2011), dengan judul Analisis Komparatif Pemikiran Muhammad Abdul Mannan dan Monzer Kahf dalam Konsep Konsumsi Islam. Menguraikan permasalahan yang ditimbulkan dari eksistensi ekonomi kapitalis adalah ketimpangan distribusi pendapatan. Distribusi pendapatan yang buruk, mengakibatkan terjadinya kesenjangan yang tinggi, baik kesenjangan pendapatan maupun kesenjangan kesempatan. Menurut penulis, penyebab dari pesatnya perkembangan ekonomi Islam di dunia sangat dilatarbelakangi oleh adanya faktor-faktor penyebab matinya teori ekonomi,Ekonomi Islam hadir di dunia sebagai solusi untuk memperbaiki kerusakan perekonomian yang disebabkan oleh eksistensi ekonomi kapitalisme. Ekonomi Islam hadir untuk memperbaiki moral ekonomi masyarakat dunia serta meluruskan asumsi-asumsi ekonomi dunia ke arah asumsi ‘ilahiah’ yang tidak bebas nilai.
Dalam aspek konsumsi, Muhammad Abdul Mannan menyatakan bahwa konsumsi (baca: proses konsumsi) merupakan bagian yang sangat penting dalam kajian ekonomi Islam. Baginya kegiatan konsumsi tidak hanya sekedar bagaimana menggunakan hasil produksi. Lebih dari itu, konsumsi Islami harus dapat menciptakan sebuah distribusi pendapatan dan kekayaan (ekonomi) yang adil. Keberadaan segala bentuk pelarangan konsumsi barang mewah dalam Islam tanpa disertai redistribusi kekayaan dan pendapatan tidak akan sama sekali menyelesaikan masalah-masalah ekonomi.Dalam analisis lain, Monzer Kahf mengaitkan kegiatan konsumsi dalam Islam dengan rasionalisme Islam, konsep falah, dan skala waktu. Khaf menyatakan, konsumsi dalam Islam berimplikasi pada dua tujuan, yaitu duniawi dan ukhrawi. Baginya, memaksimalkan pemuasan (kebutuhan) tidaklah dikutuk dalam Islam selama kegiatan tersebut tidak melibatkan hal-hal yang merusak.
Dalam artikel Islamic Economics yang ditulis oleh Agustianto (Posted on : 17-02-2011), dengan judul Prinsip dan Pola Konsumsi dalam Islam. Menguraikan tentang prinsip akhlak islamimengajarkan bahwa konsumsi harus dapat memenuhi etika, adat kesopanan dan perilaku terpuji seperti syukur, zikir, dan fikir serta sabar dan mengesampingkan sifat-sifat tercela seperti kikir dan  rakus. Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, Islam menggariskan bahwa tujuan konsumsi bukan semata-mata memenuhi kepuasan terhadap barang (utilitas), namun yang lebih utama adalah sarana untuk mencapai kepuasan sejati yang utuh dan komprehensif yaitu kepuasan dunia dan  akhirat. Kepuasan tidak saja dikaitkan dengan kebendaan tetapi juga dengan ruhiyah atau ruhaniyah atau spiritual, bahkan kepuasan terhadap konsumsi suatu benda yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, maka kepuasaan ini harus ditinggalkan. Oleh karena itu konsumen rasional dalam ekonomi Islam adalah konsumen yang dapat memandu perilakunya supaya dapat mencapai kepuasan maksimum sesuai dengan norma-norma Islam yang dapat pula diistilahkan dengan maslahah. Jadi, tujuan konsumen muslim bukanlah memaksimumkan utility, tetapi memaksimumkan maslahah.
Dari beberapa hasil penelitian di atas baik dalam bentuk skripsi, artikel maupun makalah belum ada yang membahas masalah konsep nilai-nilai batasan konsumsi barang dan jasa dalam perspektif ekonomi Islam, oleh karena itu penulis akan meneliti permasalahan tersebut.

1.7  METODE PENELITIAN
1.7.1 Jenis penelitian
          Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengambil dan mengumpulkan data dari literatur yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. Dengan segala usaha yang di lakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan diteliti (Defriah, 2011, http://www.Defriahmadchaniabo.com). Informasi tersebut dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, ensiklopedia serta sumber-sumber tertulis baik cetak maupun elektronik lain.
1.7.2 Sumber Data
            Sumber data penelitian yang diperoleh adalah dari teks-teks tertulis literatur-literatur yang ada, dengan cara pengumpulan data primer dan sekunder.
1.      Data Primer, yaitu data yang dikumpulkan dan di olah sendiri oleh suatu organisasi atau perorangan langsung dari objeknya  atau data ini berkaitan langsung dengan kajian yang diteliti (Muhammad, 2008: 102). Pengumpilan data tersebut dilakukan secara khusus untuk mengatasai masalah riset diteliti, seperti: buku-buku bacaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti contoh, Buku “Misanam, Munrokhim at al, 2008. Ekonomi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.” Dan lain sebagainya.
2.      Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain atau data yang menunjang sumber primer (Muhammad, 2008: 102). Seperti, majalah, makalah atau karya ilmiah, koran dan lain sebagainya.
1.7.3 Tehnik Pengumpulan Data
            Dalam upaya mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam tulisan ini, penulis menggunakan cara pengumpulan data dengan studi kepustakaan. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data sekunder yaitu melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1.      Mengumpulkan buku-buku atau bahan bacaan yang berkenaan dengan masalah yang diteliti
2.      Mengklasifikasikan data-data yang ada pada buku-buku atau bahan bacaan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti
3.      Membaca, menelaah serta mengolah buku-buku atau bahan bacaan yang ada kaitannya dengan masalah yang akan diteliti
1.7.4 Tehnik Pengolahan Data
            Data yang terkumpul kemudian diproses melalui pengolahan dan penyajian data dengan melakukan editing yaitu data yang diperoleh, diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapan, kejelasan dan kebenaran sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan. Kemudian dilakukan evaluating yaitu dengan memeriksa ulang dan meneliti data yang telah diperoleh baik mengenai kelengkapan maupun kejelasan dan kebenaran atas jawaban dengan masalah yang ada.
1.7.5 Tehnik Analisis Data
            Data yang terkumpul kemudian di analisis secara deskriptif kualitataif yaitu analaisis yang memberikan gambaran dari data yang diperoleh dan menghubungkan satu sama lain untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Tehnik-tehnik analisis data yang harus digunakan seyogyanya mmapu dijalankan dengan baik, tanpa mengurangi keobyektifan dan kebenaran data yang diungkapkan serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, sehingga dapat diterima secara logis dan benar menurut fakta empiris (Teguh, 2001: 190).

1.8  SISTEMATIKA PENYAJIAN
            Hasil penelitian ini, penulis menyajikan secara deskriptif kualitatif dan di paparkan dalam bab yang terdiri dari lima bagian.
            Bab IPendahuluan. Pada bagian ini dibahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauanpustaka, definisikonsep, metode penelitian dan sistematika penyajian.
            Bab II Tinjauan Umum Konsumsi. Pada bagian ini dibahas tentang pengertian konsumsi, dasar pemikiran konsumsi konvensional,perilaku konsumen non muslim, dan dasar pemikiran konsumsi islami serta perilaku konsumen muslim.
            Bab III Konsep Ekonomi Islam. Pada bagian ini dibahas tentang pengertian ekonomi Islam.  paradigma Ekonomi Islam, tujuan Ekonomi Islam, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, dan sistem Ekonomi Islam.
            Bab IV Analisis Nilai-Nilai Batasan Konsumsi Barang Dan Jasa Dalam Perspektif Ekonomi Islam.Pada bagian ini dibahas tentang mashlahah konsumsi, perbedaan kebutuhan dan keinginan dalam Islam, serta pada bab ini akan membahas nilai-nilai batasan konsumsi barang dan jasa dalam perspektif Ekonomi Islam, dasar pemikiran tentang pembahasan tersebut adalah mengupayakan keseimbangan ekonomi keluarga dalam masyarakat serta mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatn konsumsinya.
            Bab V Penutup.Di dalam bagian terakhir ini akan dikemukakan tentang kesimpulan penelitian dan saran-saran yang dapat dipaparkan berdasarkan penelitian kepustakaan.

Oleh: Heni Uswatun Hasanah
EKI IAIN RAFAH PALEMBANG.